Cerpen : Hadiah

Cerpen Ika
Ika Y. Suryadi. Foto : Istimewa

***

Si Penebang Kayu sudah memutuskan hadiah apa yang akan ia beri untuk Asih dan putrinya, ketika sore harinya ia kembali pulang ke kamp bersama beberapa orang yang tersisa. Hampir semua karyawan sudah terlebih dahulu pulang ke kamp.

Bacaan Lainnya

Semalam, di musim kemarau ini, Tuhan telah menghadiahi hutan dengan hujan. Sehingga semua lubang pengeboran menjadi kolam, dan jalan masuk ke dalam hutan tak bisa ditempuh mobil perusahaan. Mobil-mobil yang membawa pasokan material bangunan dan alat kerja itu terhenti di pinggir hutan. Dan saat-saat itulah mereka terpaksa berlibur dan menghabiskan hari dengan bermain gaplek dan ngopi bersama.

Si Penebang Kayu menyibak daun-daun gulma yang menjulur liar di jalan setapak menuju kamp. Setiap ia menyibak sehelai daun, ia seperti sedang menyibak tira-tirai kehidupannya. Ketika ia di hutan bersama Bapak, ketika ia menjalani hari sebagai yatim piatu.

Ia ingat hari itu selepas magrib, penduduk desa juga telah menemukan dia dan bapaknya. Beberapa dari mereka menghibur dan menyeka air matanya dan berkata ia akan baik-baik saja walau telah menjadi sebatang kara. Beberapa orang lagi sedang  mengutuki orang-orang yang telah mencuri anak harimau dua hari sebelumnya. Harimau yang telah membunuh bapaknya itu, adalah induk yang kehilangan anak dan mencari-cari sampai ke hutan yang menjorok ke desa.

Siang ini, Penebang Kayu menitikkan air mata sambil terus menyibak dedaunan gulma. Ia tidak tahu mana yang paling meyakiti hatinya, masa lalunya atau kehidupannya yang sekarang. Namun, keduanya sama-sama berjubel di kepalanya saat ia menemukan anak harimau itu.

Jadi ia terus menyibak dedaunan. Sampai tiba di satu jalan setapak itu, si Penebang Kayu tercekat. Jantungnya berdebum amat keras. Darahnya berdesir-desir, mengalir dan berkumpul di kepala.

Tiga meter di depannya, seekor harimau besar menatapnya dengan anggun dan langsung melompat ke semak-semak, meninggalkan si Penebang Kayu bersama seekor kijang besar di tengah jalan setapak.

Kijang itu masih hidup. Hanya saja napasnya tersendar-sendat. Hewan itu mengalami patah kaki, dan ada bekas gigitan harimau di kedua kaki depannya. Si Penebang Kayu terkesiap. Ia berjongkok menatap kijang itu.

“Ka—kau lihat tadi? Harimau itu menatap kita dan melepas kijang ini!” Yanto berseru dari belakang. Ia nyaris mati berdiri karena melihat harimau. “Ini pasti hadiah!” seru Yanto lagi.

“Hadiah?”

“Kau menolong anak harimau itu, kan? Aku melihatnya.”

Si Penebang Kayu tertegun. Dia melamun sebentar. Sementara Yanto telah memanggil kawan-kawan lain untuk menceritakan kejadian itu. Tak butuh lama, beberapa orang  berkerumun dan mendengung-dengung seperti ibu-ibu yang mengantre sembako.

Mereka menunggu si Empunya hadiah bersuara. Meski begitu lapar dan muak pada menu ikan sarden kaleng, tak patut bagi mereka untuk menyalip keputusan. Kijang itu, tampak pula semakin payah dan mungkin mati sebentar lagi. Maka Si Penebang kayu pun tersenyum. Diajaknya mereka mengangkat kijang itu bersama-sama. Sambil bersyukur dan bersorak, Berduyun-duyun mereka berjalan ke dapur umum perusahaan. Membuat koki dapur ternganga takjub oleh cerita mereka.

Ini adalah hadiah. Si Penebang Kayu merasa lega. Meskipun ia tahu, hadiah itu tak akan mengubah permintaan Asih yang minta diberi ongkos ke Pulau Jawa. Yang barangkali wanita itu tak akan mau kembali lagi ke Sumatra. Hanya saja, ia merasa semua dendamnya telah tuntas pada hari ini. (***)

Terinspirasi dari kisah nyata, karyawan kontrak yang “dihadiahi” kijang oleh seekor harimau.

Profil Penulis

Ika Y. Suryadi, penulis cerpen dan penggiat literasi sejak 2011.
Bisa dihubungi di Instagram @ikaysuryadi atau lewat surel: [email protected]

Pos terkait