Sungai adalah identitas dan penanda. Didalam penyebutan nama-nama tempat dan kewilayahan (tata ruang) yang biasa disebut “Tembo” sering diungkapkan seperti “dari ulu sungai..”. Atau “Melayang sungai.. “. Kata-kata “dari” sungai..” adalah penanda batas wilayah. Sedangkan “melayang” diartikan sebagai “menyeberang” sungai. Sehingga nama sungai disebutkan maka sungai yang disebutkan termasuk kedalam wilayah dusun yang disebutkan didalam tembo.
Tambo berasal dari bahasa sanskerta, tambay yang artinya bermula. (wikipedia). Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan. Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat. Lihat Sangguno Diradjo, Dt. Tambo Alam Minangkabau, Balai Pustaka, Jakarta, 1954.
Mengenai istilah “Tambo”, penulis mendefinisikan tentang cara penetapan suatu wilayah berdasarkan batas-batas alam. Maka didalam melihat sebuah wilayah klaim adat baik Margo maupun dusun dilakukan dengan bertutur adat. Tambo ini menerangkan berdasarkan kepada tanda-tanda alam seperti nama gunung, bukit, sungai, lembah, dan sebagainya. Tanda-tanda berdasarkan kepada Tambo masih mudah diidentifikasi dan masih terlihat sampai sekarang.
Sungai sebagai identitas dan penunjuk arah, Arah matahari hidup ditandai dengan istilah “matahari hidup” dan “matahari mati”. Muara air Sungai ke “arah matahari hidup” ditandai dengan ikan seperti “ikan lais, ikan baung, ikan toman”.
Di Sungai Ipuh, Selagan Raya, Muko-muko, Bengkulu, Muara air sungai ke “arah matahari mati” ditandai dengan ikan semah, ikan batok dan ikan gabus
Sebagai identitas, jalur sungai merupakan jalur migrasi masyarakat yang kemudian melintasi berbagai lintasan Propinsi. Misalnya Orang Sungai Ipuh mengaku sebagai “keturunan Serampas”. Puyang mereka berasal dari Serampas dan kemudian mengilir Sungai Ipuh dan kemudian berdiam di Sungai Ipuh. Sedangkan Serampas sendiri menyebutknya sebagai “Orang Lembak.
Istilah Orang Lembak, penulis menafsirkan orang lembak sebagai padanan kata “Lembah’. Atau orang yang berada di lembah. Atau orang yang tinggal di daerah bawah.
Dalam hubungan kekerabatan, Orang Sungai ipuh termasuk kedalam struktur Pemerintahan dalam Marga 5 Koto. Marga 5 Koto terdiri dari Dusun Pondok Siding, Lubuk Cabau sebagai pusat Margo, Tras Terunjang, Sungai Jerinjing dan Sungai Cambu yang kemudian dikenal menjadi tempat dan bernama Penarik.
Sebagai pendatang, Orang Sungai Ipuh menghadap Tuanku Rajo di Muko-muko.
“MenghadapTuanku Rajo” adalah perumpamaan penghormatan terhadap Raja di Muko-muko. Istilah ini sering ditemukan di berbagai desa didalam Marga Sungai Tenang.
Raja di Muko-muko kemudian memberikan “kekuasaan otonom” dengan menempatkan Sungai Ipuh didalam Marga 5 Koto namun dengan kekuasaan yang otonom. Didalam Sungai Ipuh kemudian 3 kaum yaitu 3 Luak yang terdiri Depati Empat, Depati Enam Dan Suka Rajo.
Cerita rakyat (Tembo) yang terdapat di Marga Sumay yang mengaku berasal dari keturunan “Datuk Perpatih Penyiang Rantau”. Berakit kulim bertimbo lokar, menuju batang sumay, dan selama satu bulan mengarungi sungai bulan hingga ke lubuk sungai bulan,dan dinamakanlah daerah lubuk yang disinggahi tersebut dengan dusun muaro bulan dan sungai tersebut dengan sungai bulan karena datuk patih menyusuri sungai tersebut selama 1 bulan untuk menuju ke desa pemayungan(sekarang).
Kata Berakit” artinya naik rakit
Sebagai identitas, Penamaan Sungai juga ditandai dengan nama tempat Desa. Seperti Sungai Pinang, SUngai Arang, Sungai Kerjan, Sungai Mengkuang, Sungai Binjai (Bungo), Sungai Keruh, Sungai Rambai, Sungai Jernih (Tebo), Sungai Rengas, Sungai Terap, Sungai Aur, Sungai Bungur, Sungai Bahar, Sungai Gelam, Sungai Bertam (Muara Jambi), Sungai Manau, Sungai Lisai, Sungai Putih (Bangko).
Khusus Sungai Lisai adalah dusun yang terletak di Pungguk 9 Marga Sungai Tenang, Bangko. Namun karena akses yang cukup jauh dengna Muara Madras maka kemudian dimasukkan ke Kecamatan Pinang Belapis, Lebong, Bengkulu.
Margo Sumay adalah penduduk yang bermukim di sepanjang Sungai Sumay.
Advokat. Tinggal di Jambi