Penamaan Ujung dikenal di Marga Jujuhan sebagai kampong Ujung Tanjung. DI Marga Renah Pembarap mengenal Desa Parit Ujung Tanjung. Di Marga Pelawan dikenal Dusun Ujung Tanjung. Begitu juga di Marga Batin Pengambang.
Di Desa Sponjen dikenal Ujung Pematang Sirih dan Ujung sungai katung. Di Desa Sungai Bungur mengenal “Ujung Sungai Bungur”, “Ujung Pematang Tepulo”, “Ujung Pematang Sirih”, “Ujung Pematang Tepus”.
Di Desa Sungai Beras (Tanjabtim) mengenal “Ujung Sungai Buluh , Ujung Sungai Budaya, Ujung Parit Senang, Ujung Parit Teluk Pagar, Ujung Parit Lapis Teluk Pagar, Ujung Sungai Beringin, Ujung Sungai Apok.
Di Marga Batin Datuk Nan Tigo mengenal “ujung Muara Limun”.
Didalam Perda Kabupaten Bungo Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Masyarakat Hukum Adat Datuk Senaro Putih dikenal Seloko bak napuh diujung tanjung, ilang sikuk baganti sikuk, lapuk ali baganti ali, di Desa Baru Pelepat dan Desa Batu Kerbau serta Dusun Lubuk Telau (marga Pelepat).
Di Marga Sungai Tenang mengenal istilah “tanah ujung Batin” sebagai nama tempat Desa Beringin Tinggi. Penduduknya berasal dari Marga Batangasai dan Marga Batin Pengambang namun wilayah kemudian diberikan dari Marga Sungai Tenang. Sebagaimana seloko “Belalang Batin Pengambang, Tanah Koto Sepuluh. Koto Sepuluh termasuk kedalam Marga Sungai Tenang.
Di Marga Sungai Tenang dikenal istilah “4 Tanah lembak”. Yaitu Dusun dibawah dalam Marga Sungai Tenang. Yaitu Dusun Tanjung Dalam, Dusun Muara Pangi, Dusun Muara Langayo Dan dusun Rantau Jering.
“Ikrar” sebagai “keturunan” Serampas juga ditemukan di Sungai Ipuh, Muko-muko, Bengkulu. Puyang mereka berasal dari Serampas dan kemudian mengilir Sungai Ipuh dan kemudian berdiam di Sungai Ipuh. Sedangkan Serampas sendiri menyebutknya sebagai “Orang Lembak’.
Dalam hubungan kekerabatan, Orang Sungai ipuh termasuk kedalam struktur Pemerintahan dalam Marga 5 Koto. Marga 5 Koto terdiri dari Dusun Pondok Siding, Lubuk Cabau sebagai pusat Margo, Tras Terunjang, Sungai Jerinjing dan Sungai Cambu yang kemudian dikenal menjadi tempat dan bernama Penarik.
Sebagai pendatang, Orang Sungai Ipuh menghadap Tuanku Rajo di Muko-muko. Raja di Muko-muko kemudian memberikan “kekuasaan otonom” dengan menempatkan Sungai Ipuh didalam Marga 5 Koto namun dengan kekuasaan yang otonom. Didalam Sungai Ipuh kemudian 3 kaum yaitu 3 Luak yang terdiri Depati Empat, Depati Enam Dan Suka Rajo.
Air dikit, Sungai Ipuh, Bukit tigo, merupakan nama-nama tempat yang berbatasan langsung Jambi dengan Bengkulu.
Kata “Lembak” menunjukkan dusun yang terletak di lembah. Atau orang yang berada di lembah. Atau orang yang tinggal di daerah bawah.
Di Marga Renah Pembarap berasal kata Renah Pembarap berasal dari kata Renah dan Pembarap. Renah adalah tanah yang rendah. Sedangkan “Pembarap” berasal dari kata “membarap’ yang berarti “keputusan”.
Versi yang lain didalam Marga Senggrahan, menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat Marga Renah Pembarap merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam Luak XVI. Dengan demikian maka Renah Pembarap adalah Tempat untuk mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI.
Penghormatan terhadap Renah Pembarap dapat dijumpai di Marga Senggarahan.
Tembo Marga Renah Pembarap kemudian ditetapkan oleh Raja Jambi yaitu Sultan Anom Seri Mogoro yang disebut tanah Depati atau Tanah Batin Yang ditandai dengan Piagam Lantak Sepadan yang menyatakan wilayah Marga Renah Pembarap.
Istilah Tanah Batin juga disebutkan oleh Lindayanti didalam bukunya Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Plural, Jambi 1970-2012
Menurut Datuk H Abubakar didalam tulisannya “Masyarakat Adat Guguk Jambi”, Piagam Lantak Sepadan bertarikh 1170 h/1749 Masehi. Dalam silsilah Raja Jambi, periode 1740-1770 dipimpin oleh Sultan Astra Ingologo.
Sultan Astra Ingologo juga disebutkan didalam bukunya Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara Pada Abad XVII – XVIII
Advokat. Tinggal di Jambi